Friday 26 October 2012

bolehkah ketika shalat kita menggendong anak?

“Sungguh, beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) mereka yang khusyuk (dalam shalatnya).” (Al-Mu'minun: 1-2).

Saat shalat, terkadang anak-anak kita menangis. Untuk menenangkannya, maka si anak terpaksa digendong.

Pertanyaannya, bolehkah ketika shalat kita menggendong anak?

Berdasarkan riwayat dari Abu Qatadah RA, Rasulullah SAW pernah shalat, sementara Umamah —anak perempuan Zainab, yakni putri Rasulullah SAW— di bahu beliau. Jika Rasul rukuk, maka beliau meletakkan anak itu dan jika bangkit dari sujud, maka beliau mengangkatnya dan meletakkannya kembali di atas bahu beliau. Amir berkata, "Aku tidak menanyakan shalat apa sebenarnya yang beliau lakukan ketika itu." Namun, Ibnu Juraij berkata, "Aku diberitahukan oleh Zaib bin Abu Itab dari Umar bin Sulaim bahwa shalat yang dikerjakan Rasul SAW saat itu adalah shalat Subuh.” (HR Bukhari, sebagaimana dikutip Sayyid Sabiq dalam Fiqhus Sunnah).

Dari Abdullah bin Syaddad, dari ayahnya, dia berkata, "Pada suatu siang, Rasulullah SAW keluar untuk shalat Dzuhur atau Ashar. Beliau membawa Hasan atau Husein, lalu beliau meletakkan anak itu di depan beliau saat akan shalat, kemudian bertakbir. Setelah itu beliau sujud cukup lama."

"Aku, kata Ibnu Syaddad, "mengangkat kepalaku dan saat itu aku melihat anak itu berada di atas punggung Rasul SAW. Aku pun kembali bersujud. Setelah selesai, para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, tadi engkau sujud begitu lama, sehingga kami menyangka telah terjadi sesuatu atau wahyu turun kepadamu?”

Rasul bersabda, “Bukan begitu? Hanya saja, cucuku ini naik ke atas punggungku. Dan aku tidak ingin menurunkannya dengan segera hingga dia merasa puas (berada di atas punggungku).” (HR Ahmad, Nasai, dan hakim).

Berdasarkan keterangan ini, para ulama membolehkan shalat menggendong anak. Imam Nawawi berpendapat, hadits di atas menjadi dalil bagi mazhab Syafi'i dan mazhab lainnya yang sependapat dengannya, bahwa diperbolehkan membawa dan menggendong anak-anak, baik laki-laki dan perempuan atau lainnya seperti hewan yang suci.

Mazhab Maliki berpendapat, hal itu hanya dibolehkan pada shalat sunah, bukan shalat fardhu. Namun kata Imam Nawawi, pendapat terakhir ini tidak bisa diterima, sebab dalam hadits di atas sangat jelas bahwa Rasul sedang mengimami shalat.

Sebagian mazhab Maliki menganggap hadits ini telah di-mansukh (dihapus) dan hukumnya tidak berlaku lagi. Sebagian lagi berpendapat, hal ini hanya khusus bagi Rasul SAW.





Ada juga yang berpendapat, Rasul terpaksa melakukan itu atau karena keadaan darurat. Sayyid Sabiq menyatakan, semua alasan ini tidak bisa diterima, lantaran tidak ada keterangan yang menjelaskan adanya penghapusan atau pengkhususan bagi Rasul SAW maupun kondisi darurat. “Membawa atau menggendong anak dalam shalat hukumnya mubah (boleh) sesuai keteragan hadits di atas dan hal ini tidak menyalahi syariat,” tegas Sayyid Sabiq.

Kendati diperbolehkan, namun setiap Muslim harus memerhatian hal-hal pokok saat akan membawa atau menggendong anak kecil itu. Syarat pertama, si anak harus dalam keadaan suci, tidak mengompol atau bajunya dalam keadaan najis, popoknya berisi najis, atau sandal yang dipakainya kena najis. Maka jika anak itu tidak suci (kena najis), membawa atau menggendong si anak tersebut dalam shalat tidak dibolehkan.

Dahulu Nabi SAW pernah shalat mengenakan sandal, dan ketika di tengah-tengah shalat tiba-tiba beliau melepaskan kedua sandalnya, sehingga para sahabat pun ikut-ikutan melepaskan sandalnya. Seusai shalat Rasulullah SAW mengabarkan bahwa ia diberi tahu oleh Malaikat Jibril bahwa di sandalnya terdapat kotoran (najis), oleh karena itu beliau melepaskan sandalnya. (Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban, Al Baihaqi, Ad Darimi dan lain-lain).  

Wallahua’lam.

0 komentar:

Post a Comment