Di angkot, dalam perjalanan ke sekre untuk rapat pagi sabtu ni, ghina seangkot dengan dua orang anak kecil yang terakhir ghina tahu klo mereka kakak beradik dan sang kakak seorang penyemir sepatu.
Dari awal naik, sang kakak lebih banyak diam dibanding sang adik yang terus bersenandung tak jelas, menyanyikan lirik-lirik lagu yang (sepertinya) ia ciptakan sendiri.
Seorang bapak berkaca mata yang duduk tepat di depan keduanya hanya tersenyum geli mendengar lagu yang dinyanyikan sang adik.
Sekitar sepuluh menit berlalu. Sang kakak pun meminta sang sopir angkot menghentikan mobil, tepat di depan gerbang Universitas Muhammadiyah Bengkulu. Sang adik masih asyik bersenandung lirih. Sang kakak turun lebih dulu. Sang adik masih setia dengan tempat duduknya dan masih bersenandung. Sang kakak berusaha menarik lengan sang adik dan berkata. ”mela dek. La nyampek.”
Sang adik berdiri seakan baru menyadari inilah saatnya dia meninggalkan tempat duduknya. Sang Adik berlalu begitu saja hingga sang kakak sedikit meneriakinya, ”dek, duit ongkosnyo mano?”
Sang adik terlihat enggan menyerahkan uang seribuan lusuh di tangan kanannya yang ia genggam erat seakan itulah satu-satunya harta yang ia miliki. Sang kakak kembali meminta uang tersebut. ”Kasi duitnyo. Klak kakak kasi lagi”, pinta sang kakak. Sang adik dengan terisak memberikan uang seribuan lusuh itu pada sopir angkot.
Kejamnya dunia yang memperkerjakan anak sekecil itu.
Kejamnya dunia yang membuat mereka kehilangan senyum kanak-kanaknya.
Kejamnya dunia...
Lemahnya ghina yang tak mampu berbuat apa-apa untuk mereka...!
Setidaknya tergerak hati tuk membayari ongkos kedua anak tersebut!
Ngapo baru kepikir sekarang sich, Ugh....!!!
JANGAN (LAGI) MENUNDA KEBAIKAN!
Bengkulu, Kp. Bali, 05 April 2008
Pukul 20.51
0 komentar:
Post a Comment