Monday 22 July 2013

MENJAWAB PERTANYAAN RUMIT SI KECIL

------------
Hampir dipastikan saat bicara tentang kenikmatan surga, anak-anak akan bertanya: Ada es krim gak? Ada mobil-mobilan remot gak?


Kalau jawabannya : Tidak ada, tidak ada dalilnya, itu kenikmatan sia-sia.
 

Maka seketika itu juga, anak-anak akan menjawab : Kalau begitu aku gak mau masuk surga.



 

Nah, ini masalah baru yang lebih besar.
 

Ada juga yang menjawab : Oh...ada.
 

Setiap ditanya, selalu jawabannya : Oh....ada.
 


Dengan harapan bahwa mereka bersemangat untuk mengejar surga.
Tapi mana di antara dua jawaban di atas yang benar?

Tidak dua-duanya. Jawaban pertama salah dari sisi efek sebuah jawaban. Rasulullah sendiri adalah orang yang tidak sekadar menjawab pertanyaan tetapi sangat memperhatikan siapa yang bertanya sekaligus keadaan di balik pertanyaan. Sehingga terkadang jawaban beliau lebih dari teks pertanyaannya.
 

Adapun jawaban kedua salah dari sisi menjawab tanpa ilmu pasti. Hanya menggunakan logika dan qiyas yang tidak selamanya benar digunakan untuk menjawab sebuah ilmu.

Terus, bagaimana cara menjawabnya?
 

Berikut kaidahnya :


1. Jika sebuah ilmu ada jawaban pastinya dengan dalil yang khusus maka harus dijawab dengan jawaban tersebut.
Seperti saat kita ditanya : Apa nanti di surga ada pasar?
Jawabannya pasti, karena ada hadits yang shahih diriwayatkan oleh Imam Muslim:
“Sesungguhnya di Surga ada pasar, mereka mendatanginya pada setiap Jumat.”

2. Jika tidak ada dalil khususnya, kita gunakan dalil umum.
Contohnya pertanyaan di atas. Tidak pernah ada dalil syar’i tentang es krim dan mobil-mobilan remot. Tetapi kita harus menjaga jiwa si penanya (anak-anak). Di samping itu juga harus benar secara syariat. Maka ambillah ayat atau hadits umum tentang kenikmatan Surga.
Contohnya ayat: “Mereka di dalamnya memperoleh apa yang mereka kehendaki, dan pada Kami ada tambahannya.” (Qs. Qaf: 35). Dan setelah itu, biarkan mereka menafsirkan dalam benaknya masing-masing. Yang jelas, dari lisan kita keluar dalil yang benar.

3. Ada kalanya kita harus katakan: Wallahu A’lam tidak ada penjelasannya
Contohnya
ketika para ulama membahas tentang bahasa apa yang akan dipakai di surga nanti. Ada riwayat yang mengatakan bahwa Bahasa Arab adalah bahasanya ahli surga. Tetapi riwayat ini dinyatakan oleh para ulama (Ibnul Jauzi, Ibnu Hibban, Adz Dzahabi, Ats Tsa’labi, Ibnu Taimiyyah, Al Albani) sebagai hadits palsu. Dengan demikian tidak ada satupun informasi yang valid tentang bahasa ahli surga. Juga tidak ada dalil umum yang masuk dalam hal ini.
Sehingga kita pun mengatakan seperti para ulama biasa menyebutnya sebagai tawaqquf (diam tidak berpendapat). Wallahu A’lam, tidak ada penjelasannya.
 

Kesemua ini bisa kita dapatkan dengan dua cara: Cara terus memperdalami ajaran Islam dan bertanya kepada ahli ilmu.









kuliahonline.parentingnabawiyah.com -- Ust. Budi Ashari, LC

0 komentar:

Post a Comment