Saturday, 23 April 2016

HUKUM KREDIT RUMAH MELALUI KPR

Sobat Fatimah yang dirahmati Allah SWT, salah satu dambaan setiap orang dan keluarga adalah memiliki rumah sendiri. Namun pada kenyataannya untuk memiliki sebuah rumah seseorang harus berusaha keras sehingga tersedia dana yang mencukupi. Adakalanya seseorang harus mengumpulkan dana dalam tempo yang cukup lama untuk membeli atau membangun sebuah rumah.

Dalam dunia modern seperti sekarang ini seseorang yang tidak mampu membeli rumah secara tunai, biasanya akan membelinya secara kredit lewat perantara perbankan karena bank biasanya memiliki produk kredit yang bisa dimanfaatkan untuk membeli rumah. Nama produk ini adalah KPR (Kredit Pemilikan Rumah). Dengan hanya menyediakan sejumlah biaya untuk uang muka (DP) mereka sudah bisa memiliki rumah. Kemudian setelah itu mereka mencicil setiap bulan ke bank untuk melunasi pembayarannya sampai tempo waktu tertentu.

Gambarannya adalah jika harga rumah tersebut adalah Rp. 150 juta, maka orang tersebut harus membayar dulu berapa persennya, umpamanya membayar dulu Rp. 60 juta tunai. Pembayaran ini oleh pihak bank konvensional dianggap sebagai uang muka. Kekurangannya sebesar Rp. 90 juta terpaksa dia pinjam ke bank. Bank konvensional langsung membayarnya ke developer rumah atau pemilik rumah. Hutang tersebut harus dia bayar ke pihak Bank secara berangsur. Cara menghitung cicilan adalah dengan cara melihat berapa besar hutangnya, lalu setiap bulan ditambah dengan bunga sekian persen. Bulan depannya begitu juga seterusnya, setiap ada sisa hutang langsung ditambah bunga sekian persen. Dan begitu seterusnya sampai lunas. Umpamanya dia harus membayar 90 juta itu selama 15 tahun, setelah dihitung-hitung, maka setiap bulannya dia harus membayar Rp2 juta. Sehingga kalau dikalkulasikan berarti dia harus membayar ke bank sebanyak Rp360 juta. Itupun bisa berubah-rubah tergantung pada naik-turunnya suku bunga. Transaksi seperti ini termasuk bagian dari riba yang diharamkan oleh Islam. Karena dia meminjam uang ke bank sebanyak Rp90 juta dan harus mengembalikannya sebanyak Rp.360 juta, atau bahkan lebih.

Dalam konsep Islam orang yang meminjam Rp90 juta, maka yang dikembalikan juga harus Rp. 90 juta. Inilah yang dimaksud dengan istilah Qardhun Hasan (pinjaman yang baik) karena memang pinjaman itu pada dasarnya adalah untuk membantu dan tidak mengambil keuntungan. Berbeda dengan yang dilakukan bank sebagaimana dalam kasus KPR, secara lahir, kelihatannya bank sebagai pihak yang membantu, tetapi pada hakekatnya bank hanya ingin mencari untung. Kalau begitu bagaimana solusinya yang halal, jika kita memang butuh kepada rumah tersebut sedang uang muka tidak mencukupi?

Sobat Fatimah yang baik, ada beberapa solusi, diantaranya adalah kita meminjam uang untuk membayar kekurangan tersebut kepada pihak tertentu yang mau meminjamkan uang tanpa bunga. Jika tidak mendapatkannya, maka kita bisa pergi ke bank Syari’ah. Di bank Syari’ah, tersedia juga produk KPR Syariah yang transaksinya tidak menggunakan kredit berbunga, tetapi dengan cara jual beli yang halal atau menurut istilah arabnya adalah ‘Bai’ al Murabahah li al Amir bi as Syiraa’. Mekanismenya adalah kita memesan pada bank Syari’ah agar membelikan rumah yang kita inginkan dari developer atau pemilik rumah. Kemudian pihak bank Syari’ah membeli rumah tersebut dari mereka, lalu bank Syari’ah tadi menjual lagi rumah tersebut kepada kita. Biasanya dengan harga yang lebih tinggi daripada harga beli dari developer/pemilik rumah. Selanjutnya kita membayar kepada bank Syari’ah dengan cara mengangsur.

Dalam bank Syari’ah transaksi yang dilakukan tidak melibatkan bunga, tapi jual beli biasa. Keterangannya adalah bahwa harga rumah dalam bank Syari’ah sudah jelas, umpamanya 360 juta dengan dicicil selama 15 tahun. Maka tiap bulan dia membayar 2 juta, tidak berubah sampai lunas. Sedang dalam bank konvensional pembayaran tiap bulan disesuaikan dengan naik turunnya suku bunga. Jika suku bunga bank naik, maka kredit yang sudah berjalan pun ikut disesuaikan. Sisa hutang yang masih ada akan dihitung dengan suku bunga baru yang lebih tinggi, akibatnya cicilannya jadi lebih besar.

Oleh karena itu, sistem yang digunakan oleh syariah Islam jauh lebih unggul dan lebih aman, serta tidak ada pihak yang dirugikan. Dan kepada siapa saja yang sudah terlanjur membeli rumah dengan sistem bunga KPR (Kredit Pemilikan Rumah) di bank konvensional bisa memindahkan KPR tersebut ke bank Syariah. Mudah-mudahan Allah membimbing kita kepada jalan-Nya yang lurus.
Wallahu a’lam bishawwab.

0 komentar:

Post a Comment