Wednesday 5 October 2011

Gula dan Garam

Seorang kakak mentor membuka sesi mentoringnya dengan menyodorkan dua
tumpukan benda pada adik-adik mentornya, sebagian besar adalah siswa SMA :

Satu tumpukan adalah Gula Putih
Satu tumpukan lagi adalah Garam Putih

“Kalo temen-temen disuruh milih diantara dua tumpukan ini, mana yang temen-temen pilih ?”



Setelah berfikir singkat, ternyata pilihan para adik mentor beragam :

“Kalo saya mah, gula aja kak ...”
“Saya sih gula juga ...”
“Hmm, saya garam ah ...”
“Garam !!!”
“Gula aja deh ... enak ..”



Sang kakak mentor tersenyum, lalu mengeluarkan botol aqua berisi air, sebuah sendok, sebuah gelas plastik merah jambu yang sedikit besar serta lima buah gelas plastik yang sedikit lebih kecil.

“OK, sekarang silahkan ambil masing-masing satu sendok gula atau garam, sesuai dengan pilihan kalian, kemudian masukkan ke dalam gelas berisi air ini ...”

Setelah semuanya melakukan permintaan sang kakak mentor, air pun diaduk. Ketika gula dan garam melarut ke air aqua di dalam gelas besar, sang kakak mentor membagi rata lima air tadi ke dalam lima gelas yang lebih kecil. Masing-masing disodorkan kepada adik mentornya.

“Sekarang cicipin yook ...”

Sambil meminta, sang kakak mentor mencontohkan terlebh dahulu.
Mungkin karena perbandingan gula dan garam 3 : 2, maka rasa air menjadi aneh, adik-adik mentor cuma tahan satu cicipan, karena rasanya seperti oralit. “Hweeek ...”

Suasana jadi riuh rendah ...

Setelah tenang, sang kakak mentor pun berkata ... “Enak gak ?”

“Hmm, nano-nano, manis, asin ... gak enak ...”
“Wah, kakak ngerjain ya ...’
“ .....”

Sang kakak mentor kemudian membuang air berisi campuran garam dan gula itu.
Mengisi gelas besar dengan air dan melarutkan hanya gula manis ke dalamnya.
Dibagikannya kembali ke dalam lima gelas kecil tadi, yang tentu saja sudah
dikosongkan. Tapi anehnya hanya mereka yang memilih gula yang mendapatkan air
manis itu.

“Nih ... untuk menghilangkan sepet ...”
“Wah kak, kami juga mau dooong ...”
“Lho kan kalian milih garam ...”
“Hwaaaa ...”

Tapi dengan senyum, sang kakak menyodorkan kembali dua gelas berisi air manis
yang tersisa. Sambil minum , sang kakak kemudian berkata ..

“Kalau begitu, gula lebih bermanfaat dari garam dong ?”

Beberapa adik mentor menjawab hampir serentak,
“Ya nggak dong kak, kebetulan aja kita lagi pengen ngilangin sepet di mulut”
“Ya gimana kondisinya dooong ...”

Kakak mentor seakan tercenung, lalu bertanya lagi ...
“Kalo garam dan gula yang ane bawa ini ane lempar ke kolam gede disana,
kira-kira yang terjadi apa ya ?

“Waaah, gak ngaruh doong kak ...”

“Ooo ... gitu ya ...”

“Ya”

“Nah itulah contohnya, Islam dan berbagai gerakan atau golongan yang mengusung
Islam ...”

“Maksud kakak ?”

“Ketika kalian tadi memilih gula atau garam, tentu yang jadi pertimbangan
adalah pendapat masing-masing kalian, pemikiran personal dan asosiasi pribadi.”

Sang kakak melanjutkan ...

“Ketika seseorang memilih untuk bergabung ke suatu gerakan Islam yang
manapun, maka sebagian besar yang jadi pertimbangan SEHARUSNYA, SEBENARNYA
adalah pertimbangan pribadinya.”

Adik mentornya mengangguk-angguk, sang kakak melanjutkan

“Ketika ana Cuma menyodorkan air manis kepada mereka yang memilih gula, dua
diantara kalian protes, minta air manis juga, padahal yang mereka pilih adalah
garam”

“Lalu kalian bilang hal itu kondisional, betul ...”

“Naik turunnya sebuah gerakan Islam, beken atau tidaknya, seringkali
bergantung pada kebutuhan dan tantangan yang terjadi di tempat gerakan itu
berada, bisa jadi keadaan di suatu tempat membutuhkan garam sementara di tempat
lain dan kondisi lain lebih membutuhkan gula ...”

Wajah para adik mentor tampak mengerti ...

“Nah, terakhir, ketika gula dan garam yang sedikit tadi kita tuangkan ke
dalam kolam yang luas, maka tidak akan terjadi pengaruh apa-apa ...”

“Hikmahnya, ketika sang gula dan sang garam ego mengatakan bahwa merekalah
yang paling berpengaruh, sungguh sebenarnya mereka tidak berarti apa-apa untuk
komunitas yang besar dan beragam. “

“Butuh lebih banyak garam atau gula untuk membuat air kolam terasa manis.”

“Lalu terjadilah sesuatu yang alami, perebutan pengaruh ...”

Sang kakak menggantungkan kalimatnya

“Anehnya mereka lupa, bahwa ada kalanya orang membutuhkan gula sebagaimana
orang membutuhkan garam ...”

“Tidak lengkap dapur jika hanya gula tanpa ada garam”

“Tidak enak nasi goreng jika hanya mengandalkan garam”

“Jadi kesimpulannya ...”

Seorang adik nyeletuk ...

“Mari jualan gula dan garam !!!”

“Ha ha ha ha ...”

Suasana indah sore itu kemudian dilanjutkan dengan kalimat-kalimat suci Al
Quran yang dilantunkan dari bibir-bibir hamba-hamba Allah yang terus belajar
memahami dinamika keummatan di kesehariannya :

Lantunan surat ukhuwah itu terdengar begitu indah bagi yang memahami maknanya
:

1. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan
Rasul-Nya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi
Maha Mengetahui.

2. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu lebih
dari suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras
sebagaimana kerasnya (suara) sebahagian kamu terhadap sebahagian yang lain,
supaya tidak hapus (pahala) amalanmu sedangkan kamu tidak menyadari.

3. Sesungguhnya orang-orang yang merendahkan suaranya di sisi Rasulullah
mereka itulah orang-orang yang telah diuji hati mereka oleh Allah untuk
bertakwa. Bagi mereka ampunan dan pahala yang besar.

4. Sesungguhnya orang-orang yang memanggil kamu dari luar kamar (mu)
kebanyakan mereka tidak mengerti.

5. Dan kalau sekiranya mereka bersabar sampai kamu keluar menemui mereka
sesungguhnya itu adalah lebih baik bagi mereka, dan Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang.

6. Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa
suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu
musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu
menyesal atas perbuatanmu itu.

7. Dan ketahuilah olehmu bahwa di kalangan kamu ada Rasulullah. Kalau ia
menuruti (kemauan) kamu dalam beberapa urusan benar-benarlah kamu akan mendapat
kesusahan tetapi Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan menjadikan
iman itu indah dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran,
kefasikan dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang
lurus,

8. sebagai karunia dan nikmat dari Allah. Dan Allah Maha Mengetahui lagi
Maha Bijaksana.

9. Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mukmin berperang maka
damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat
aniaya terhadap golongan yang lain maka perangilah golongan yang berbuat aniaya
itu sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah; jika golongan itu
telah kembali (kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara keduanya dengan
adil dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku
adil.

10. Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu
damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu
mendapat rahmat.

11. Hai orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum
yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka
(yang mengolok-olok) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok)
wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan)
lebih baik dari wanita (yang mengolok-olok) dan janganlah kamu mencela dirimu
sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk.
Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barang
siapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang dzalim.

12. Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka,
sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari
kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang
lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah
mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang.

13. Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling
mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara
kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.

14. Orang-orang Arab Badui itu berkata: "Kami telah beriman". Katakanlah
(kepada mereka): "Kamu belum beriman, tetapi katakanlah: "Kami telah tunduk",
karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu dan jika kamu taat kepada Allah dan
Rasul-Nya, Dia tiada akan mengurangi sedikit pun (pahala) amalanmu;
sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang".

15. Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang
beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka
berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah
orang-orang yang benar.

16. Katakanlah (kepada mereka): "Apakah kamu akan memberitahukan kepada
Allah tentang agamamu (keyakinanmu), padahal Allah mengetahui apa yang ada di
langit dan apa yang ada di bumi dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu."


17. Mereka merasa telah memberi nikmat kepadamu dengan keislaman mereka.
Katakanlah: "Janganlah kamu merasa telah memberi nikmat kepadaku dengan
keislamanmu, sebenarnya Allah Dialah yang melimpahkan nikmat kepadamu dengan
menunjuki kamu kepada keimanan jika kamu adalah orang-orang yang benar".

18. Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang gaib di langit dan di bumi.
Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.

(The Holy Quran Surah Al Hujurat 1 - 18)

Sungguh delapan belas ayat yang memandu kita untuk tetap berada dalam
kesejukan di tengah beragamnya perbedaan panji-panji yang kita usung. Mari
hafalkan dan renungkan kembali.

Allahu ‘Alam

0 komentar:

Post a Comment